Resensi Novel Tokyo dan Perayaan Kesedihan
Doa yang Terbakar Habis
Laporan Bacaan #1
Identitas Buku
Judul : Tokyo dan Perayaan Kesedihan
Pengarang : Ruth Priscilia Angelina
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2020
Halaman : 208 halaman
ISBN : 9786020640846
Pendahuluan
Ruth Priscilia Angelina sebelumnya sudah menulis
sekiranya 5 hingga 6 buku, tetapi pada Tokyo dan Perayaan Kesedihan ini segala
perasaan sedihnya ia utarakan. Ruth memberanikan diri mengambil perjalanan
seorang diri untuk pertama kalinya dan memilih Tokyo dari begitu banyak
pilihan. Di tengah hiruk pikuk Tokyo yang membuatnya merindukan banyak orang,
Ruth memutuskan untuk menulis novel ini dan memotret hal-hal yang dia tahu dan
tidak akan terulang lagi.
Hidup itu seharusnya dijalani saja. Ada pertemuan, ada
perpisahan. Ada kelahiran, ada kematian. Ada kebahagiaan, ada kesedihan. Jalani
saja, itu kata saya kepada diri sendiri setiap hari. Tapi hari itu, lewat mata
Shira yang tidak bercahaya, pertama kalinya saya tahu bahwa ada yang tidak bisa
dijalani dalam hidup. Bahwa ada yang tidak bisa menjalani hidup. Dan keesokan
harinya Shira menghilang, meninggalkan sebuah pertanyaan besar, “apakah dia
memutuskan untuk mengakhiri perjalanannya?”
Isi Resensi
Pada bagian pertama bercerita tentang bagaimana
seorang Shira Hidajat Nagano yang memutuskan untuk berlibur seorang diri ke
Tokyo untuk merenung dan mencari penyelesaian dalam hidupnya. Shira digambarkan
sebagai anak perempuan yang dituntut banyak hal oleh sang Ibu sejak kecil.
Shira tidak pernah mendapatkan ruang untuk menjadi dirinya sendiri karena
segala hal yang Shira lakukan tak lain adalah kemauan sang Ibu. Shira terlihat
baik-baik saja di luar namun hancur di dalam. Shira banyak membohongi
kehidupannya karena ia jarang sekali bertindak sesuai dengan kemauannya. Bahkan
Shira tidak pernah mengenal siapa dirinya, hal apa saja yang menjadi
keinginannya, dan hal apa yang ia benci. Ia selalu hidup di bawah ekspektasi
orang dan ia pun selalu terpaksa memenuhi semua ekspektasi itu. Perjalanan
Shira ke Tokyo ini memberinya harapan untuk menemukan siapa dan seperti apa
Shira Hidajat Nagano yang sesungguhnya, Shira yang tidak harus memenuhi
ekspektasi orang lain. Semua keluh kesah Shira dan pertanyaan-pertanyaan
seputar kehidupannya ditumpahkan dalam buku ini. Bahkan surat-surat Shira untuk
Papa-Mama dan sahabat-sahabat tersayang Shira juga dituliskan dalam buku ini
dengan bahasa yang sangat menyentuh hati.
Pada bagian kedua buku ini akan menyajikan kisah
Joshua Sakaguchi, seorang pemain biola profesional yang telah menjejakkan kaki
di berbagai benua untuk menampilkan kepiawaiannya dalam bermain biola. Sosok
Joshua ini digambarkan sebagai seorang pria dengan pembawaan yang sopan, tenang,
dan berwibawa. Joshua memiliki banyak penyesalan dalam hidupnya. Ia menyesal
karena selalu meremehkan kakaknya. Joshua tidak pernah menanyakan kabar Kakak,
mengapa Kakak memilih kantor ini, tidak pernah marah saat Kakak pulang malam,
dan yang paling disesalinya tidak mengantarkan saat Kakak butuh berobat. Fakta
bahwa Kakaknya terkena kanker rahim membuatnya sangat terpukul dan mulai
menyadari apakah selama ini ia sudah menjalani tugas sebagai anak laki-laki.
Joshua menyesal terlalu sibuk menuai pujian atas penampilannya di atas panggung
yang membuatnya tidak mengangkat telepon dari kakaknya saat Ayahnya sedang
dalam masa kritis.
Pertemuan Shira dengan Joshua di Tokyo seperti jawaban
atas berbagai hal yang membebani masing-masing hidup mereka. Shira menemukan
Joshua sebagai orang yang memberi celah bagi Shira untuk memvalidasi apa yang
ada di benak hati Shira. Sikap Joshua mampu membuat Shira menjadi dirinya
sendiri tanpa harus mendengarkan suara-suara yang selama ini memenuhi
kepalanya. Berbagai penyesalan dalam hidup Joshua mendorongnya untuk peduli
dengan Shira yang tengah berada di masa suram dalam hidupnya. Joshua tidak
ingin memiliki penyesalan lagi dalam hidupnya, ia tidak tinggal diam agar Shira
tidak mengambil langkah yang salah.
Kelebihan Buku
Diksi yang disajikan pada novel ini sangat indah,
terlebih ketika Shira sedang menulis surat. Seperti merasakan kesedihan yang
dirasakan oleh tokoh tentang kehidupannya. Selain itu juga konflik yang ringan
dan berbobot, sehingga pembaca penasaran dengan jalan cerita selanjutnya. Hal
yang paling menarik lainnya yaitu penulis menambahkan hasil jepretannya selama
ia berada di Tokyo, sehingga pembaca dapat merasakan suasana dari novel ini.
Pada novel ini juga memberi banyak sekali pelajaran tentang kehidupan. Salah
satunya yaitu, jangan menganggap remeh setiap masalah setiap orang, karena kita
tidak tau apa saja yang telah dilaluinya.
Kekurangan
Buku
Terlepas dari penggambaran visual yang sangat baik, ketika membaca buku
ini masih ditemukan beberapa istilah asing yang terdengar asing di telinga
pembaca. Seperti sensei-bako yang artinya adalah sebuah nama tempat.
Namun, sangat disayangkan tidak ada penjelasan lebih lanjut apa itu sensei-bako.
Kemudian, pada buku ini dituliskan, “Gue memandang tulisan tangan gue sendiri
pada papan Ema berharga JP¥1000
itu.” Pada kata Ema akan menbuat pembaca kebingungan, apa arti dari Ema itu
sendiri.
Kesimpulan
Novel karya dari Ruth sangat direkomendasikan bagi
para pembaca yang lelah dengan ekspetasi orang lain terhadap diri kalian, teman-teman
yang sering mempertanyakan hal-hal yang banyak orang bilang “tidak penting
untuk dipikirkan”, bahkan teman-teman yang muak dengan segala peraturan yang
menyesakkan. Buku ini bisa menjadi penghibur sekaligus refleksi kehidupan yang
amat menyentuh. Terdapat banyak pembelajaran hidup yang dapat dipetik dari
novel ini.
Komentar
Posting Komentar